Tari Zapin Melayu: Ketika Langkah Kaki Menyampaikan Doa 2025

Tari Zapin Melayu

Pertama kali aku nonton pertunjukan Tari Zapin Melayu, jujur ya, aku gak ngerti-ngerti amat sama tari tradisional. Tapi saat itu, ada yang berbeda. Musiknya langsung nyantol di kepala—petikan gambus yang lincah, suara gendang yang nendang, dan gerakan penarinya… wah, kayak bercerita tanpa kata.

Gerakannya memang terlihat sederhana—langkah berulang, berpasangan, kadang sinkron banget sampai bikin kamu mikir, “Ini latihan berapa lama ya biar bisa segitu kompaknya?” Tapi justru di kesederhanaan itulah keindahannya. Ada semacam kelembutan tapi juga ketegasan, terutama saat gerak melingkar atau ketika mereka saling bertukar posisi. Aku sampai mikir, kok bisa ya budaya kita sekaya ini tapi jarang banget dibicarain secara dalam?

Yang paling aku suka dari Zapin itu adalah cara dia nge-mix antara spiritualitas dan hiburan. Banyak dari gerakan tarinya punya makna filosofis, kayak bentuk penghormatan, rasa syukur, atau bahkan dakwah terselubung. Zapin bukan cuma sekadar “nari”—dia bawa pesan, nilai, dan sejarah yang panjang.

Dan ya, penarinya kadang pakai baju Melayu lengkap: baju kurung, tanjak, kain samping… Semuanya nambah auranya. Estetik banget kalau difoto. Kalau kamu suka budaya dan visual, tarian ini bisa jadi harta karun visual yang underrated.

Tari Zapin Melayu Berasal dari Mana Sih Sebenarnya?

Suku melayu melakukan Tari Zapin Melayu

Nah, ini pertanyaan klasik banget.Ini adalah daerah asal tari zapin melayu

culture Zapin itu aslinya dari Arab, lho. Lebih tepatnya dari Yaman. Tapi pas masuk ke Nusantara, terutama wilayah pesisir Sumatra dan Semenanjung Melayu, dia berubah wujud. Mulai berbaur sama budaya lokal, musik lokal, bahkan filosofi lokal. Dan dari sinilah muncul yang kita kenal sebagai Tari Zapin Melayu.

Paling banyak kita temuin di Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Utara bagian timur, dan juga Malaysia bagian selatan. Tapi bentuknya tuh gak satu doang. Ada Tari Zapin Melayu Johor, Tari Zapin Melayu Riau, Tari Zapin Melayu Tembung, Tari Zapin Melayu Bedana dari Lampung, dan masih banyak lagi. Tiap daerah punya versi unik yang tetap mempertahankan ciri khas gerakan 6 langkah dasar (tapi dikembangkan sesuai kultur setempat).

Pas aku ngobrol sama salah satu pelatih sanggar seni di Pekanbaru, dia bilang bahwa Zapin itu dulunya dipakai buat syiar Islam. Para ulama dan pedagang Arab masuk ke Melayu, terus ngajarin Islam sambil ngenalin seni. Makanya gak heran banyak unsur religi di dalam tarian ini.

Sejarah Tari Zapin Melayu: Perjalanan Panjang Dari Timur Tengah ke Tanah Melayu

Oke, kita masuk ke bagian sejarah nih, tapi santai aja ya.

Zaman dulu, sekitar abad ke-13 sampai 16, banyak pedagang dan ulama dari Arab datang ke Nusantara. Mereka bukan cuma jualan atau dakwah, tapi juga bawa budaya mereka—termasuk seni musik dan tarian. Salah satunya ya Zapin ini.

Asalnya dari kata “Zaffan” yang dalam bahasa Arab artinya ya semacam musik dansa tradisional. Di Yaman, mereka biasa nari ini di acara pernikahan atau festival.

Pas datang ke Melayu, para ulama yang tergabung dalam tarekat sufi mengadaptasi tari ini sebagai media penyampaian pesan moral dan dakwah. Tapi biar bisa diterima masyarakat lokal, mereka masukin unsur-unsur lokal: alat musiknya diubah, gerakannya disesuaikan, dan lama-lama berkembanglah Culture Tari Zapin Melayu yang sekarang.

Yang bikin aku kagum, tarian ini bisa bertahan sampai sekarang, bahkan di tengah gempuran K-Pop dan TikTok dance yang makin mendominasi. Mungkin karena komunitasnya bener-bener rawat dengan cinta dan konsisten ngadain pertunjukan—baik skala lokal maupun internasional.

Nilai-Nilai dalam Tari Zapin Melayu yang Jarang Orang Sadari

Waktu pertama kali belajar Tari Zapin di sebuah workshop budaya, aku pikir ini cuma soal hafalan gerakan. Ternyata enggak. Ini soal nilai.

Beberapa nilai yang aku pelajari (dan terus nempel sampai sekarang):

  1. Kebersamaan
    Gerakan berpasangan dan formasi kelompok bukan cuma buat estetika, tapi juga ngajarin kita pentingnya kerja tim. Salah satu kesalahan yang sering aku bikin adalah melangkah terlalu cepat, akhirnya formasi berantakan. Dari situ aku belajar untuk dengerin ritme orang lain juga.

  2. Disiplin
    Latihannya gak bisa main-main. Gerakannya terstruktur banget. Kalau kamu skip satu langkah, bisa bikin chaos satu barisan. Ini ngajarin aku pentingnya konsistensi dan fokus.

  3. Kesopanan
    Gerakan lemah lembut dan ekspresi wajah yang kalem itu bukan asal-asalan. Ada nilai sopan santun di baliknya. Cocok banget sama nilai-nilai budaya Melayu yang menjunjung tinggi tata krama.

  4. Religiusitas
    Banyak Zapin yang lirik lagunya berisi pujian kepada Nabi, atau kisah-kisah hikmah. Ini ngasih nuansa spiritual yang bikin tarian ini bukan cuma buat dinikmati, tapi juga direnungi.

  5. Kecintaan terhadap budaya
    Setelah ikut beberapa pertunjukan, aku mulai sadar: ini bukan cuma tari, ini identitas. Banyak orang yang mulai cinta budaya setelah nonton Zapin, dan bahkan mulai belajar buat ngelestarikan budaya sendiri.

Pelajaran dan Hipotesis Pribadi: Zapin Bukan Cuma Milik Masa Lalu

perkembangan tari zapin di era modern

Selama mendalami Tari Zapin, aku mulai bertanya-tanya—apa Zapin bisa survive di era sekarang yang serba digital?

Hipotesisku sih: bisa banget, asal kita kreatif.

Bayangin kalau Zapin dikolaborasikan sama musik modern? Atau dikemas dalam video TikTok tapi tetap menjaga esensi budaya? Gak usah jauh-jauh, di Malaysia dan Singapura, banyak komunitas muda yang udah mulai bikin versi “urban Zapin”—pakai sneaker, lighting keren, tapi tetap bawa gerakan dasar dan nilai-nilai utamanya.

Aku pernah bantu bikin video Zapin untuk konten digital, dan responsnya luar biasa. Banyak anak muda yang bilang mereka baru ngerti kalau budaya lokal bisa sekeren itu. Jadi, jangan anggap budaya tradisional itu ketinggalan zaman. Kadang kita cuma perlu cara baru buat nyampeinnya.

Yuk, Lestarikan dan Tumbuhkan Cinta pada Tari Zapin Melayu

Kalau kamu belum pernah nonton Tari Zapin secara langsung, serius deh, cobain. Entah itu di festival budaya, di sekolah, atau bahkan di YouTube. Rasain sendiri ritmenya, lihat gerakannya, dan resapi nilai yang dibawa.

Buat para blogger, content creator, atau siapa pun yang punya platform—angkatlah budaya ini. Ceritakan ulang, buat konten, kasih insight, atau bahkan kritik yang membangun. Zapin gak akan bertahan kalau cuma disimpan di museum atau buku pelajaran. Dia harus hidup, ditarikan, dan dibicarakan.

Zapin bukan cuma tentang masa lalu, tapi juga harapan buat masa depan budaya kita.

Salah satu hal yang membuat Tari Zapin Melayu begitu memikat adalah penggunaan alat musik tradisional yang khas, seperti gambus, gendang, marawis, dan rebana. Alat-alat musik ini tidak hanya mengiringi gerakan tari, tetapi juga menciptakan suasana yang mendalam dan penuh makna. Gambus, misalnya, dengan suara petikannya yang khas, memberikan nuansa Timur Tengah yang kuat, mengingatkan kita pada asal-usul tarian ini dari Hadramaut, Yaman. Sementara itu, gendang dan marawis menambahkan ritme yang dinamis, memandu langkah-langkah penari dengan ketukan yang teratur. Kombinasi alat musik ini menciptakan harmoni yang tidak hanya enak didengar, tetapi juga memperkuat ekspresi budaya dalam setiap pertunjukan Tari Zapin Melayu

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Tari Andun: Tradisi yang Menghubungkan Generasi di Bengkulu disini

Author