Jujur aja, pertama kali saya dengar soal Rumah Adat Boyang, saya kira itu semacam tarian atau alat musik. Ternyata saya salah besar. Boyang itu rumah adat khas masyarakat Mandar di Sulawesi Barat, dan begitu saya menggali lebih dalam—wah, saya langsung jatuh cinta.
Culture Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal. Bagi masyarakat Mandar, Boyang itu simbol identitas, filosofi hidup, dan seni arsitektur yang menyatu dengan alam. Bentuknya unik, berdiri di atas tiang-tiang kayu tinggi, dengan atap melengkung seperti perahu. Struktur panggungnya bukan hanya cantik, tapi juga punya fungsi penting—buat menghindari banjir dan binatang buas, terutama di masa lalu.
Dan yang bikin saya tercengang: di balik setiap bagian Rumah Adat Boyang, ada maknanya sendiri. Nggak asal bangun. Tiang-tiangnya, arah hadap rumah, ukirannya, sampai susunan anak tangga pun punya filosofi tersendiri. Ini bukan rumah biasa, ini rumah yang bercerita.
Mengapa Rumah Adat Boyang Wajib Dilestarikan?
Oke, mungkin kamu mikir, “Lho, kan sekarang orang udah tinggal di rumah beton, ngapain mikirin rumah adat detikcom?”
Nah, itu dia masalahnya.
Rumah adat Boyang makin hari makin langka. Banyak yang ditinggalkan, dijual, atau bahkan dibongkar karena dianggap nggak cocok dengan gaya hidup modern. Padahal, kalau kita kehilangan rumah adat ini, kita bukan cuma kehilangan bangunan kayu—tapi juga sejarah, budaya, dan identitas.
Saya pernah ngobrol sama seorang warga di Polewali Mandar. Dia bilang, “Anak-anak sekarang lebih kenal arsitektur Jepang daripada Rumah Adat Boyang.” Duh, sedih sih dengernya.
Pelestarian itu bukan soal nostalgia doang, tapi soal mewariskan nilai dan jati diri. Rumah Adat Boyang mengajarkan harmoni dengan alam, gotong royong, dan kesederhanaan. Nilai-nilai ini justru makin relevan di tengah dunia yang makin individualis dan serba instan.
Pengalaman Pribadi yang Membuka Mata
Beberapa tahun lalu saya ikut program jalan-jalan budaya di Sulawesi Barat. Salah satu agendanya adalah menginap di rumah Rumah Adat Boyang selama 3 hari. Awalnya saya skeptis, “Tidur di rumah kayu? Serius?”
Tapi setelah tinggal di sana, saya benar-benar berubah pikiran. Suasana rumahnya adem banget meski tanpa AC. Karena ventilasinya alami dan atapnya tinggi, udara bisa muter dengan lancar. Dan yang paling kerasa, rumah itu terasa hidup. Kayu yang ‘bernapas’, suara alam masuk dengan lembut. Tidur malam hari dengan suara jangkrik dan angin lembut—wah, healing banget!
Saya jadi sadar, rumah modern kadang malah terlalu kedap sampai kita terputus dari alam. Sementara Rumah Adat Boyang, justru menyatu dengan lingkungan. Pengalaman itu membuat saya makin yakin: rumah ini bukan cuma indah, tapi punya filosofi hidup yang dalam.
Peran Pemuda dalam Melestarikan Rumah Adat Boyang
Sekarang pertanyaannya: siapa yang harus melestarikan Rumah Adat Boyang?
Jawabannya ya kita semua, tapi khususnya anak muda lokal. Karena mereka yang bakal mewarisi budaya ini ke generasi berikutnya.
Saya pernah ikut diskusi budaya di kampus lokal di Mamuju, dan ada satu mahasiswa yang bilang, “Kami mau lestarikan, tapi bingung mulai dari mana.” Nah, ini jadi PR kita bersama.
Bentuk pelestarian itu banyak, nggak harus nunggu jadi pejabat atau budayawan. Misalnya:
Dokumentasi digital. Foto, video, bahkan konten TikTok soal Rumah Adat Boyang bisa jadi awal bagus.
Kegiatan komunitas. Gotong royong merawat Boyang yang masih ada di desa-desa.
Edukasi. Bikin workshop atau kelas kecil tentang arsitektur Boyang.
Kolaborasi seni. Desain modern yang terinspirasi dari Boyang bisa jadi tren baru.
Saya percaya, kalau anak muda terlibat, pelestarian budaya akan lebih hidup. Apalagi kalau digabung dengan teknologi dan kreativitas masa kini.
Bagaimana Cara Melestarikan Rumah Adat Boyang? Tips Praktis
Pelestarian itu kadang terdengar besar dan berat, padahal bisa dimulai dari hal kecil. Berikut beberapa cara konkret yang bisa dilakukan:
1. Dokumentasi Visual
Foto rumah Boyang di desamu. Posting di media sosial. Gunakan tagar seperti #RumahBoyang #BudayaMandar. Dunia harus tahu keindahannya.
2. Wisata Edukasi
Desa-desa pemilik Boyang bisa mengembangkan konsep homestay atau wisata budaya. Saya pernah tinggal di satu Boyang yang disulap jadi penginapan kecil. Itu bisa bantu ekonomi warga juga.
3. Workshop Budaya
Buat acara tahunan yang melibatkan sekolah dan komunitas. Ajak anak-anak bikin miniatur Boyang atau belajar tentang filosofinya.
4. Pelibatan Pemerintah dan LSM
Advokasi agar Boyang masuk daftar warisan budaya tak benda secara resmi. Ada beberapa yang sudah dilakukan, tapi butuh dorongan dari warga juga.
5. Renovasi Berbasis Kearifan Lokal
Kalau ada Boyang yang rusak, renovasi lah sesuai bentuk aslinya. Jangan diubah total jadi rumah modern. Tetap pertahankan ciri khasnya.
Pelestarian itu bukan sekadar mempertahankan bentuk, tapi juga jiwa dari rumah itu sendiri.
Keindahan Nilai Seni dalam Rumah Adat Boyang
Ini bagian favorit saya—seni dalam Boyang.
Mulai dari ukiran di dinding, motif anyaman bambu, hingga bentuk atap yang melengkung seperti layar perahu, semua punya nilai estetika tinggi. Tapi bukan cuma cantik secara visual, tiap elemen punya makna.
Ukiran bunga dan tumbuhan melambangkan kehidupan yang tumbuh.
Tangga ganjil menunjukkan filosofi keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Arah rumah biasanya hadap ke arah utara atau timur, menyesuaikan arah matahari sebagai sumber kehidupan.
Ada juga nilai spiritual di dalamnya. Ruang tengah biasanya jadi tempat musyawarah atau menerima tamu penting. Posisi dapur dan kamar tidur juga ditentukan berdasarkan nilai kesopanan dan adat lokal.
Saya pernah lihat Boyang yang sudah berumur 80 tahun lebih. Tapi masih berdiri gagah dan indah. Pemiliknya bilang, mereka gak pakai paku sama sekali. Semua sambungan pakai teknik pasak kayu. Bayangin ya, segitu presisinya orang dulu. Itu seni tinggi!
Rumah Boyang Adalah Cermin Jati Diri
Kalau dipikir-pikir, Boyang itu kayak orang tua kita yang sabar, diam-diam menyimpan banyak cerita. Dan kita sebagai generasi berikutnya, punya tugas buat jaga, rawat, dan kenalkan rumah ini ke dunia.
Nggak harus jadi arsitek, budayawan, atau pejabat. Cukup jadi orang yang peduli.
Saya sendiri menyesal baru benar-benar memahami keindahan Boyang setelah dewasa. Tapi lebih baik terlambat daripada nggak sama sekali, kan?
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Pawai Tatung di Singkawang: Warisan Mistis yang Menyatukan Seni dan Spiritualitas disini